KOMPAS.com – Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, industri kelapa sawit Indonesia menyumbang devisa terbesar dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja.
Meski demikian, industri kelapa sawit juga memiliki dampak negatif. Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, pengembangan sektor kelapa sawit berdampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hayati, hutan, termasuk flora fauna di dalamnya.
Menurutnya, dinamika itu akan semakin menguat bila pengusaha dan petani kelapa sawit tidak segera memperbaiki tata kelola dan cara pengolahan kebun.
"Ini karena hal tersebut sudah menjadi isu internasional yang terus dikembangkan oleh negara maju. Jadi, faktor lingkungan bukan hanya keberlanjutan, tapi juga persoalan apabila ada kebakaran, asap, dan seterusnya," katanya, dikutip dari Tribunbisnis.com, Rabu (21/10/2022).
Baca juga: Lewat Semangat Kartini, ANJ Dukung Kemandirian Perempuan Masa Kini
Menjawab tantangan tersebut, Presiden Joko Widodo pada April 2020 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Dalam Perpres tersebut, pemerintah menyelenggarakan program sertifikasi Indonesia Sustainable Oil Plan (ISPO) untuk menggenjot pertumbuhan industri kelapa sawit sekaligus mengurangi masalah lingkungan yang timbul akibat industri ini.
Salah satu perusahaan sawit asal Indonesia, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) terus berkomitmen menjalankan pertanian berkelanjutan sesuai kaidah-kaidah ISPO, termasuk Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam skala internasional.
Sebagai contoh, ANJ menerapkan kebijakan pertumbuhan berkelanjutan dan konservasi sumber daya alam agar bisnis berjalanan beriringan dengan kelestarian lingkungan. Terlebih, usaha perkebunan, khususnya kelapa sawit, juga terdampak perubahan iklim.
Baca juga: Eco-Enzyme ANJ Bantu Penanggulangan Covid-19, PMI Berikan Apresiasi
Director of Engineering, Environment, Health, and Safety (EHS) and Security ANJ Group Mohammad Fitriyansyah menyebutkan, perubahan iklim bisa menimbulkan banjir akibat curah hujan yang tinggi, kebakaran akibat kemarau yang berkepanjangan, dan beberapa penyakit pada tanaman.
Dampak tersebut, kata dia, secara signifikan mempengaruhi produktivitas perkebunan ANJ dan meningkatkan biaya operasional perusahaan. Oleh karenanya, ANJ turut berfokus untuk mengurangi dan memitigasi dampak perubahan iklim.
“Kami pernah mengalami akhir tahun lalu (2021) banjir di Sumatera Utara (Sumut). Pada 2015 dan 2019, kemarau berkepanjangan terjadi di kebun kami di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar),” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (14/4/2022).
Oleh karenanya, ANJ turut menyiapkan kebijakan preventif dan mitigasi bencana kebakaran untuk menjalankan proses pertumbuhan berkelanjutan.
Baca juga: Produksi CPO ANJ Capai 262.683 Ton pada 2021
Terkait mitigasi, Fitriyansyah mencontohkan, ANJ melakukan monitoring lahan perkebunan dengan teknologi penginderaan jauh menggunakan data citra satelit, sehingga bila terdapat hotspot atau titik api, pihaknya langsung melaporkan kepada tim terkait untuk diperiksa keadaan sebetulnya di lapangan.
Tak hanya itu, ANJ juga mendukung pembentukan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) dengan memberikan insentif dan bantuan peralatan untuk mengantisipasi atau menanggulangi kebakaran hutan.
Selain itu, ANJ menerapkan pula berbagai inovasi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dengan memproduksi kompos, menggunakan penyerbuk alami, hingga mengolah limbah menjadi biogas untuk energi listrik dan pembuatan waduk penyimpanan air untuk penanggulangan kebakaran.
Fitriyansyah mencontohkan, guna memberantas hama di perkebunan, pihaknya menggunakan rantai makanan untuk menyeimbangkan ekosistem, seperti mengurangi hama tikus dengan memelihara burung hantu.
Baca juga: Inovasi Digital, Kunci Utama ANJ Tingkatkan Produktivitas Perusahaan
Dia mengatakan, penerapan berbagai upaya atau mitigasi bencana pada awalnya memang membuat biaya investasi tinggi. Namun, setelah kebijakan ini dijalankan, ternyata dapat menurunkan biaya operasional dan meningkatkan revenue perusahaan.
“Dalam membuat pengolahan kompos, kami kan harus mengeluarkan biaya. Dalam hal ini bangunan komposnya, bakterinya, lalu pengolahannya dengan alat berat. Namun, setelah berjalan kami lihat dari grafik, adanya produksi kompos ternyata membuat penggunaan pupuk kimia turun,” jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, ANJ menghasilkan energi listrik dari pengolahan limbah menjadi biogas dan menjualnya kepada PLN sebagai independent power producer sehingga menambah pendapatan perusahaan.
Sebagai perusahaan pangan yang berkontribusi pada produksi gas rumah kaca (GRK), ANJ juga terus mengevaluasi bisnis dengan memperhatikan proses bisnis dari pembukaan lahan sampai produksi minyak kelapa sawit.
Baca juga: Dua Anak Perusahaan ANJ di Papua Raih Sertifikasi RSPO
Fitriyansyah menuturkan, produksi GRK ANJ paling besar berasal dari pemakaian pupuk anorganik atau kimia, penggunaan bahan bakar fosil, serta produksi limbah cair.
Untuk mengatasi hal tersebut, ANJ mengurangi pemakaian pupuk anorganik dengan menggunakan pupuk hasil kompos. Bahkan, penggunaan kompos diharapkan bisa mengganti pemakaian pupuk kimia paling tidak hingga 20-30 persen.
Terkait pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, ANJ menggunakan pembangkit listrik dari bahan bakar limbah padat kelapa sawit (cangkang dan fiber atau serat).
“Jadi bersyukur teknologi ini sudah ada di pabrik kelapa sawit. Minyaknya diambil, ampasnya kami bakar untuk menghasilkan steam lalu menghasilkan tenaga listrik untuk operasional perusahaan,” terangnya.
Selain mengolah limbah kelapa sawit menjadi energi, ANJ juga mengolah limbah domestik dan plastik lewat program reduce, reuse, recycle (3R).
Baca juga: Grup ANJ Raih Dua Proper Emas dari KLHK
Di luar ketiga hal tersebut, ANJ turut melakukan efisiensi energi dengan memasang lampu ramah lingkungan bertenaga surya, melakukan daur ulang air dalam proses pembuatan minyak sawit, hingga menggunakan alat elektronik berbahan bakar energi terbarukan.
Terkait pengelolaan limbah, Fitriansyah menerangkan, kelapa sawit memiliki empat limbah, yakni tandang buah kosong, serat atau fiber, cangkang, dan limbah cair (POME).
Sementara itu, tandan buah kosong dari buah kelapa sawit digunakan sebagai pupuk organik atau kompos.
Kemudian, lanjutnya, fiber dan cangkang buah sawit dibakar sebagai biomassa untuk memanaskan suatu boiler, menghasilkan steam untuk memutar turbin dan mengubahnya menjadi listrik. Listrik ini digunakan untuk menjalankan proses pembuatan minyak sawit (CPO).
Dia menyebutkan, semua pabrik minyak sawit ANJ sudah memanfaatkan biomassa yang dikombinasikan dengan diesel ketika pabrik berhenti beroperasi.
Baca juga: ANJ Dorong Masyarakat Produksi Pembasmi Hama dan Disinfektan Ramah Lingkungan
Untuk limbah cair atau palm oil mill effluent (POME) yang berbau dan mengandung gas metana, diproses menjadi biogas untuk dijadikan bahan bakar pembangkit listrik.
“Mesin kami menghasilkan 1,8 megawatt. Itu bisa mengurangi GRK dalam satu tahun itu senilai 45-50.000 ton ekuivalen CO2. Artinya, jika tidak diolah menjadi biogas akan ada 45.000 ton CO2 yang dibuang ke udara menjadi GRK,” katanya.
Head of EHS ANJ Group Indra Kurniawan menambahkan, ANJ juga berkomitmen melakukan konservasi air mengingat operasional perusahaan membutuhkan air dalam jumlah besar.
Dalam hal ini, ANJ memastikan kualitas dan kuantitas air yang diambil dengan menyediakan embung untuk program konservasi air dan mengambil air hujan dengan program rain harvesting.
Baca juga: Peduli Krisis Iklim, ANJ Terapkan Inovasi Pertanian Berkelanjutan
“Terkait kelangkaan air yang dapat menimbulkan konflik sosial di sekitar lokasi usaha, kami memastikan limbah yang dihasilkan tidak mencemari air permukaan atau air yang dikonsumsi, baik karyawan perusahaan atau masyarakat sekitar perusahaan,” terangnya.
Indra menyebutkan, pihaknya memastikan limbah yang dibuang dan dimanfaatkan sudah sesuai standar mutu yang ditentukan pemerintah.
Dari sisi konservasi air juga, lanjutnya, ANJ melakukan program 5R, yakni reduce (menghemat), reuse (menggunakan kembali), recycle (mengolah kembali), recharge (mengisi kembali), dan recovery (memfungsikan kembali).
“ Kelapa sawit menyerap air sangat banyak sehingga kami memiliki water management dan water conservation. Kami membuat stopbund-stopbund kemudian pintu-pintu air untuk memastikan kelembaban di lokasi perkebunan kami. Kami membuat pintu-pintu air ini supaya tidak terjadi kekeringan, yang meningkatkan kebakaran sehingga menyebakan kenaikan GRK,” terangnya.
Baca juga: Tingkatkan Perekonomian Desa Kuala Tolak, ANJ Beri Pembinaan Tata Kelola Madu Kelulut
Indra juga mengatakan, ANJ menggunakan eco-enzyme untuk mengolah limbah rumah tangga atau domestik, seperti makanan. Limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai desifektan dalam program sanitasi di kamar mandi serta pengganti pestisida anorganik.
Selain itu, eco-enzyme juga bisa dimanfaatkan untuk membersihkan atau memurnikan air dalam skala kecil dan dijadikan sebagai desinfektan untuk mencegah penularan Covid-19.
Untuk menekan kontribusi terhadap kenaikan GRK, ANJ memproduksi energi terbarukan untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil, seperti biomassa dan biogas.
Indra menjelaskan, ANJ sudah melakukan program elektrifikasi untuk menggantikan bahan bakar fosil di instalasi atau jaringan grid dari PLN di beberapa kebun.
“Ke depan, kami sudah mulai menjajaki pembuatan solar panel atau PLTS yang mungkin akan kami lakukan di wilayah Papua. Pembangkit listrik tenaga biogas yang saat ini ada Belitung akan kembangkan di beberapa unit usaha kami di Sumut yang artinya kami bisa menekan GRK dari aktivitas kami,” katanya.
Indra juga mengatakan, pihaknya mengagendakan penggunaan kendaraan berbahan bakar listrik sebagai bagian dalam peta jalan Net Zero Emission 2030.
Terkait peta jalan tersebut, lanjutnya, posisi bauran energi ANJ pada 2021, terjadi penurunan dibanding tahun 2020 dikarenakan ada perbaikan di mesin produski perusahaan, sehingga terjadi peningkatkan pemakaian genset untuk sementara waktu.
Pada 2020, bauran energi ANJ sekitar 40-45 persen menggunakan bahan bakar fosil, sisanya dari PLN. Bauran ini meningkat terus sejak 2018 ketika bauran energi terbarukan masih sangat kecil, yakni sekitar 18 persen.
Baca juga: Komitmen Implementasikan ESG, ANJ Raih Penghargaan Disclosure Rating Leadership A
“Kami akan selalu meningkatkan renewable energy dengan program di atas dan menurunkan pemakaian penggunaan bahan bakar fosil. Jadi kami harapkan pada 2025 pemakaian energi terbarukan sekitar 60 persen,” terangnya.
Indra pun menegaskan, pada 2025 pihaknya menargetkan pemakaian energi fosil yang sebesar 40-45 persen pada 2020 bisa ditekan menjadi 20 persen.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatan lingkungan, ANJ tidak lupa untuk menggandeng masyarakat. Kolaborasi dilakukan dalam bentuk edukasi dan sosialisasi, utamanya mengenai cara menjaga meningkatkan area konservasi beserta dengan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Di samping itu, edukasi kepada masyarakat juga ditekankan pada bagaimana mengolah hasil hutan secara berkelanjutan, penanaman kembali, serta penanaman kembali di areal hutan maupun areal sekitar penyangga sungai.
Baca juga: ANJ Catatkan Laba Bersih 26,0 Juta Dollar AS pada Kuartal III-2021
ANJ percaya bahwa partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian lingkungan akan berperan besar terhadap upaya Korporasi dalam melakukan mitigasi dampak perubahan iklim.
Lebih lanjut, edukasi dan sosialisasi juga diberikan kepada anak-anak sekolah di sekitar perusahaan. Dengan edukasi sejak dini, anak-anak ini diharapkan bisa memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.