KOMPAS.com - Bulan ini atau tepatnya tanggal 10 Agustus 2024 lalu, Indonesia memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN). Merujuk ppid.menlhk.go.id, tujuan peringatan HKAN adalah untuk menjaga kesinambungan kegiatan konservasi alam, memasyarakatkannya, dan menjadikan konservasi alam sebagai bagian dari sikap hidup dan budaya bangsa.
Tidak hanya itu, peringatan HKAN juga menjadi ajang kampanye agar masyarakat bisa peduli dan ikut terlibat dalam upaya pelestarian ekosistem alam Indonesia.
Nah, salah satu aktivitas yang sering disorot terhadap pelestarian ekosistem alam adalah pertambangan. Ini karena aktivitas pertambangan merupakan proses operasi pengambilan hasil mineral bumi, yang digunakan untuk kepentingan produksi tertentu, mulai dari penelitian hingga berbagai kegiatan setelah hasil tersebut diperoleh. Makanya isu lingkungan menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan dari aktivitas pertambangan.
Hal ini diakui oleh General Manager Corporate Communications Merdeka Copper Gold (MDKA) Tom Malik. Ia mengatakan bahwa aktivitas pertambangan melibatkan ekstraksi sumber daya alam yang tidak terbarukan.
Oleh karenanya, MDKA berupaya berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.
Baca juga: HUT RI Ke-79, Upaya Merdeka Copper Gold dalam Hadirkan Pemerataan Pembangunan
Berbagai upaya itu, seperti pengelolaan limbah dan air, penggunaan energi bersih, rehabilitasi lahan pasca tambang, hingga menggulirkan program pemberdayaan masyarakat.
“MDKA menerapkan berbagai program yang mendukung kelestarian lingkungan, seperti pemantauan air, reklamasi lahan, dan penggunaan teknologi bersih, serta energi terbarukan,” jelasnya kepada Kompas.com, Rabu 914/8/2024).
Dengan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan, MDKA berkontribusi pada kelestarian lingkungan, termasuk pada masyarakat dan pemangku kepentingan.
Di antara praktik-praktik keberlanjutan tersebut, salah satu konsep inovatif yang diterapkan MDKA adalah konservasi mineral, yaitu pemanfaatan sisa tambang untuk mendapatkan nilai tambah dari bijih yang ditambang, seperti yang dilakukan di tambang Pulau Wetar, Maluku Barat Daya.
Tom mengatakan, tambang di Wetar semula adalah tambang emas yang dioperasikan perusahaan lain dan sudah tutup. Namun, MDKA melihat masih ada potensi yang bisa dimaksimalkan untuk mengekstraksi tembaga.
Baca juga: Pendapatan Merdeka Copper Gold Melejit 74 Persen
Dengan metode ekstraksi pelindian, tembaga tersebut diproses menjadi lempengan dan menghasilkan sisa-sisa kandungan mineral yang bernilai ekonomi.
“Rencananya, kami bisa recovery sebagian besar tembaga yang ada. Nah kami juga melihat opportunity untuk mendapatkan nilai tambah. Kebetulan juga batuan di sana sangat tinggi kandungan piritnya,” ujarnya.
Dengan program tersebut, MDKA dapat mengurangi tumpukan sisa bijih atau tailing limbah yang tak terpakai sehingga berkontribusi pada kelestarian lingkungan.
Untuk memanfaatkan sisa kandungan mineral di Tambang Tembaga Wetar, MDKA mendirikan proyek Acid, Iron, Metal (AIM) yang disiapkan untuk mengolah bijih sisa pakai dan bijih pirit berkualitas tinggi menjadi berbagai produk, seperti asam sulfat, uap jenuh, pelet bijih besi, spons tembaga, hidroksida timbal-seng, emas doré, dan perak.
Tom menambahkan, konsep pemaksimalan hasil tambang juga akan dilakukan di Tambang Emas Tujuh Bukit Banyuwangi.
“Dengan proses geologi yang berbeda, kandungan emasnya terdorong ke permukaan. Kami sedang mempersiapkan tambang tembaga yang nantinya berada di bawah,” jelasnya.
Baca juga: Lestarikan Lingkungan, MDKA Tanam 1.000 Bibit Mangrove di Jakut dan Bekasi
Adapun proyek Tembaga Tujuh Bukit merupakan salah satu proyek tembaga terbesar di dunia yang masih dalam fase praproduksi.
Per Maret 2024, total kandungan sumber daya mineral proyek ini, meningkat dari 1.706 menjadi 1.738 juta ton, dengan peningkatan pada sumber daya mineral terindikasi, dari 442 menjadi 755 juta ton.
Tom menegaskan, setelah dua tambang tersebut beroperasi, MDKA akan menerapkan konsep serupa di tambang lain, termasuk mengeksplorasi tambang yang tidak terpakai, tetapi bernilai ekonomi.
Dia mencontohkan, MDKA memiliki anak usaha PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBM) yang berfokus di nikel dan beberapa produk hilirnya.
“Penambahan nilai dari setiap proses ada dari tambangnya kami mendapatkan revenue, kemudian dijual ke smelter kami sendiri, diproses mendapatkan produk lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tom menjelaskan, MDKA menggunakan prinsip berkelanjutan dalam setiap operasional usaha tambang, termasuk dalam ekstraksi.
Baca juga: MDKA Transisi Energi Terbarukan Berkala di Lokasi Operasional
Dia menjelaskan, metode pelindian adalah proses mengambil hasil tambang dengan menghancurkan dan menghaluskannya ke dalam air untuk memisahkan unsur-unsur yang bernilai.
“Bagaimana pun, operasi tambang perlu menggunakan air yang cukup banyak. Oleh sebab itu, semua operasi kami punya kebijakan yang dijelaskan ke dalam tiga pon,” katanya.
Pertama, sedapat mungkin mengurangi pengambilan air dari alam. Kedua, memaksimalkan penggunaan air yang disirkulasi atau didaur ulang.
“Jadi, kami tidak-tidak menggunakan air baru, tetapi air yang sudah dipakai diproses lagi, dibersihkan, dan, diulang lagi” katanya.
Ketiga, kalau ada air yang dilepas ke sungai atau ke laut harus memenuhi standar baku mutu yang sudah ditentukan peraturan.
Tom mencontohkan, Banyuwangi memiliki air tanah yang tidak terlalu baik, sehingga MDKA menghindari pengambilan air tanah.
Baca juga: Tekan Emisi, MDKA Tanam 1.000 Mangrove di TWA Angke dan Muara Gembong
“Kalau kami ambil akan mengurangi yang bisa dipakai masyarakat untuk pertanian dan lainnya. Jadi, di Banyuwangi kami membangun enam dam yang menampung air hujan. Curah hujan di Banyuwangi relatif tinggi jadi kami bisa menampung air,” ujarnya.
Tom menambahkan, MDKA juga berusaha menggunakan energi terbarukan untuk operasi tambang mengingat kebutuhan listrik yang sangat besar.
Pada 2022, Tambang Emas Tujuh Bukit menandatangani perjanjian untuk membeli tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berasal dari pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) .
“PLN menjamin listrik yang disuplai ke tambang di Banyuwangi berasal dari sumber energi terbarukan. Ini komitmen terhadap penurunan emisi yang kami sudah canangkan menjadi zero pada 2050,” katanya.
Selain itu, MDKA juga menggunakan bahan bakar biosolar atau campuran minyak nabati dan solar untuk operasional alat-alat berat.
Lebih lanjut, Tom mengatakan, MDKA menerapkan sistem pengelolaan limbah agar setiap limbah yang dibuang dalam kondisi aman atau tidak menimbulkan pencemaran dan berdampak kepada masyarakat sekitar.
Baca juga: Anak Usaha Bidang Baterai MDKA Bakal IPO, Bidik Dana Segar Rp 9,62 Triliun
“Proses penambangan bagaimana pun ada sisanya. Untuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), itu kami simpan dengan benar dan nantinya diproses atau dihancurkan pihak ketiga yang tersertifikasi,” jelasnya.
Kemudian, semua limbah non-B3 yang tidak dapat dimanfaatkan dikirim ke tempat pemrosesan akhir (TPA).
Selain itu, kata Tom, MDKA juga selalu menerapkan konsep 3R, yakni reduce, reuse, recycle yang dilakukan internal kantor tambang atau bekerja sama dengan pihak ketiga dan masyarakat.
“Contoh di Banyuwangi, kami ada 4.000-an pekerja yang setiap hari makan tiga kali sehingga ada limbah rumah tangga yang sangat besar. Kami bekerja sama dengan dua UMKM untuk mengambil semua limbah organik kami,” ujarnya.
Tom menjelaskan, UMKM tersebut mengolah limbah domestik menjadi maggot atau larva yang kemudian dijadikan pakan ternak.
Lebih jauh, Tom menjawab fenomena tambang terbuka yang tidak terpakai dan terkadang mencelakakan masyarakat sekitar.
Baca juga: Mimpi Pertambangan Ramah Lingkungan: Janji Langit Biru di Atas Lahan Gersang
Dia menegaskan, rehabilitasi tambang merupakan suatu kewajiban dalam proses pengajuan izin tambang karena harus mencantumkan rencana penutupan tambang.
“Bahkan, untuk rehabilitasi atau penutupan tambang, kami harus menyerahkan dana kepada pemerintah dan akan dikembalikan kalau kami sudah melaksanakan kewajiban penutupan,” ujarnya.
Meskipun belum memiliki pengalaman dalam penutupan tambang karena usia tambang yang masih relatif baru, MDKA telah menerapkan program rehabilitasi di sekitar tambang.
“Jadi, wilayah yang sudah kelar ditambang, kami pindah ke tempat lain, itu langsung kami rehabilitasi sehingga prosesnya berkelanjutan, tidak menunggu tambang selesai,” jelasnya.
Proses rehabilitasi itu termasuk menanam pohon di area bekas tambang hingga mengembalikan sedekat mungkin ke rona awalnya.
Tom juga mengatakan, hutan di Pulau Jawa sudah kurang dari 30 persen, sehingga pihaknya berkewajiban memberikan lahan kompensasi.
“Jadi, di Banyuwangi itu kami menggunakan sekitar 1.000 hektar (ha) untuk tambang. Kami harus mengembalikan 2.000 hektar kepada pemerintah,” ujarnya.
Baca juga: Relaksasi Kebijakan Ekspor Pertambangan, Beberapa Konsentrat Kini Bisa Diekspor
Tom menegaskan, praktik-praktik keberlanjutan bisa lebih efisien biaya. Sebab, sebagai contoh, perusahaan tidak hanya menghemat air dengan menampung air hujan, tetapi juga tidak menggunakan pompa yang harus terus hidup.