KOMPAS.com – Managing Director Sinar Mas Saleh Husin mengatakan, saat terjadi krisis, sejarah selalu berulang, yaitu usaha kecil, mikro, dan menengah ( UMKM) mampu bergerak lebih gesit.
“Mereka mampu memanfaatkan kesempatan yang ada, berinovasi memutar roda perekonomian dalam skala terbatas, namun bergerak meluas,” sebutnya dalam webinar bertema “Inovasi UMKM Tetap Berjaya di Tengah Pandemi”, Kamis (12/11/2020).
Oleh karena itu, lanjutnya, sejumlah perusahaan di negeri ini agar tak lupa menggandeng UMKM untuk meningkatkan skala ekonominya, bahkan memasukkannya ke dalam rantai pasok mereka.
Hal ini pun dinilai untuk menjawab harapan pelaku usaha kecil kepada perusahaan besar atau korporasi agar tidak lupa bahwa mereka juga berangkat dari UMKM. Dengan harapan, mereka yang lebih besar berkenan membantu saudaranya yang lebih kecil.
Baca juga: Bank Sinarmas Beri Pelatihan UMKM Go Online agar Penjualan Meningkat di Tengah Pandemi
Semenatra itu, Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Franky Sibarani yang hadir dalam webinar itu menambahkan, Indeks Kebijakan UMKM Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan pentingnya penanganan terpadu dari pemerintah, berikut pendampingan secara intensif.
Dengan jumlah petani mencapai 33 juta orang dan berikut UMKM sebanyak 64 juta, Franky menyarankan ketersediaan insentif bagi para pihak.
Pihak-pihak tersebut, seperti dunia usaha atau perguruan tinggi yang berkomitmen melakukan pendampingan, atau mengakselerasi.
Franky mencontohkan, kemitraan dalam rantai bisnis antara perusahaan dengan para petani kelapa sawit, yang skalanya besar berlangsung lama dan berhasil baik. Hal ini dapat direplikasi sektor pangan lainnya.
Baca juga: Hadapi Pandemi Covid-19, Sinar Mas Board Member: Ini Menguji Keberlangsungan Usaha
Adapun Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Riza A Damanik yang juga ikut dalam webinar itu menyatakan, pada sisi produksi, UMKM memiliki persoalan pada keterhubungan dengan industri besar.
“Mereka tidak berada dalam rantai pasok yang sama. Jika kita lihat dari krisis yang terjadi, baik di tahun 1998 maupun 2008, yang semakin besar adalah usaha mikro, bukan usaha kecil dan menengah,” ujarnya.
Meski begitu, lanjutnya, UMKM di Indonesia memiliki banyak kemewahan karena populasi sumber daya manusia (SDM) yang besar serta sumber daya alam (SDA) cukup kaya.
Untuk itu, langkah pengembangan yang akan dilakukan pemerintah, menurut Riza, adalah menempatkan UMKM dan industri besar dalam gelanggang yang sama.
Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) adalah contoh bagaimana korporasi coba menaikkelaskan UMKM yang ada di sekitarnya.
Dalam webinar tersebut hadir pula pekebun dan pendiri Kelompok Tani Mekar Jaya, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Supari. Dia menceritakan kisahnya yang harus memulai babak baru usahanya.
Supari mengatakan, usaha tersebut berjalan berkat bantuan delapan ekor sapi dari perusahaan untuk diternakkan dalam pola integrasi sapi-sawit, hingga jumlahnya berkembang mencapai 60 ekor.
Torehan tersebut dilirik perusahaan dengan menarik kelompoknya ke dalam program DMPA, Di program ini Supari menyatakan kelompoknya mendapat pendampingan intensif, termasuk dukungan pendanaan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Hal tersebut pun membuat Supari mampu memanfaatkan peluang pengembangan usaha pupuk organik memanfaatkan kotoran ternak serta limbah perkebunan sawit.
Baca juga: Lewat UMKM, Kemendag Berupaya Jaga Kestabilan Ekonomi Nasional
“Melihat kotoran ternak yang melimpah, juga limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit, kami terinspirasi memanfaatkannya menjadi pupuk organik guna peremajaan sawit,” ucapnya.
Bertahap, mulai dari capaian 10 ton, naik ke 200 ton, bahkan kini mencapai 1.000 ton per bulan, Kelompok Tani Mekar Jaya mampu menjaring pendapatan hingga Rp 1 miliar per bulan.
Saat ini, Kelompok tani Mekar Jaya memiliki 60 orang pekerja, yang kebanyakan kaum perempuan dari desa mereka.
Kemampuan kelompok ini mengeskalasi produksi membawa Supari, dengan bantuan perusahaan, berkesempatan belajar pengolahan pupuk organik hingga ke Thailand.
“Kami mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Mitra Usaha Mandiri atau bank-nya para petani,” ujarnya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
LKMA tersebut memberikan pinjaman kepada para pekerja dan masyarakat sebesar Rp 2 juta atau Rp 5 juta. Terbaru bank para petani ini kini bisa memberi pinjaman mencapai Rp 20 juta.
Baca juga: Perkuat Inovasi UMKM, Menkop UKM Luncurkan Kampus Kebun Loka Hejo
“Kami memberikan dukungan dan edukasi kepada para petani bagaimana caranya menjadi pengusaha. Sebagai petani, kami merasa bangga tumbuh dan berkembang bersama perusahaan,” kata Supari.
Senada dengan Supari, Ketua Kelompok Wanita Tani Mekar Wangi Desa Dataran Kempas, Jambi Rita Ayuwandari menyatakan, DMPA merupakan pintu bagi mereka mengubah pola pikir dan cara bekerja menjadi lebih maju.
“Program DMPA hadir di desa kami pada akhir tahun 2017 melalui kegiatan budidaya jahe merah, peternakan, pembuatan kompos, dan hortikultura,” tuturnya dalam webinar tersebut.
Dia menerangkan, para ibu rumah tangga di lingkungannya mencoba membudidayakan jahe merah, kemudian mendapatkan pendampingan untuk membentuk kelompok tani.
Baca juga: Lewat Program PSR, Sinar Mas Agribusiness and Food Berusaha Tingkatkan Produktivitas Sawit Petani
Perlahan, dari hasil panen hanya 10 kilogram (kg), panen mereka selanjutnya mampu mencapai 250 kg setiap bulan.
Tak hanya itu, Kelompok Wanita Tani Mekar Wangi Desa Dataran Kempas yang dia juga pimpin mampu berinovasi menghasilkan produk turunan,
Produk turunan ini pun mampu meningkatkan nilai jual jahe merah yang selama pandemi memang semakin banyak dicari.
Menurut Rita, terbentuknya Bumdes di desanya membuka jalan bagi datangnya ragam bantuan maupun pendampingan dari pemerintah daerah setempat.
“Kami jadi mampu membuat kemasan yang menarik bagi produk Wedang Jahe Merah Mekarwangi, diajarkan strategi pemasaran secara online ke ritel modern,” sebutnya.
Dengan begitu, mereka tetap bisa memperoleh hasil penjualan yang baik. Bahkan, menurutnya, kondisi pandemi tidak mematahkan semangat pihaknya untuk tetap terus berkarya dan berjuang.
Dua contoh di atas pun selaras dengan upaya Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memperluas peran koperasi guna menyerap produk UMKM dan menghubungkannya dengan perusahaan, baik BUMN maupun swasta.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki menyebut hal tersebut dengan meminjam istilah Presiden Joko Widodo, yaitu sebagai korporatisasi UMKM.
“Kami coba memulai di sektor pangan, di mana pemerintah mendorong para petani, peternak maupun nelayan untuk membentuk kelompok, mengelola lahan dengan skala ekonomi yang memadai, dengan pengonsolidasian menggunakan kelembagaan koperasi,” tuturnya.
Dia berharap, para petani akan mampu mengolah hasil pertaniannya sehingga memiliki nilai tambah, dapat terhubung ke pasar melalui koperasi, sementara off taker-nya dapat berasal dari swasta maupun pemerintah.
Baca juga: Menkop Teten Minta Transformasi Digital Koperasi Harus Dipercepat
Sementara itu, Pendiri akselerator UMKM GK Hebat, Kaesang Pangarep menduga rendahnya angka kewirausahaan di Indonesia karena sulitnya akses pendanaan.
Berdasarkan pengalamannya, dia menyarankan para calon pengusaha muda untuk mau mengeksplorasi setiap bidang maupun celah bisnis yang ada.
“Hingga di masa 10 hingga 15 tahun kemudian benar-benar dapat mengetahui, kemudian menetapkan fokus pada bidang usaha yang diminati,” terangnya.
Menjawab hal tersebut, Teten mengatakan Undang Undang Cipta Kerja dapat menjadi jawaban.
Sebab, pemerintah mendorong UMKM yang sebelumnya informal untuk bertransformasi menjadi formal dengan berbagai kemudahan usaha, perizinan sekaligus pendanaan.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan UMKM bertransformasi, ke ranah digital. Dengan begitu, mereka akan bisa mengakses pasar yang lebih luas, juga mengakses pembiayaan.
Baca juga: Menkop UKM Dorong Petani hingga Nelayan Masuk Koperasi
“Karena sekarang semakin banyak lembaga pembiayaan yang menggunakan rekam jejak kesehatan keuangan digital sebagai landasan verifikasi,” ungkapnya mencontohkan.