Bagaimana Teknologi Menarik Petani Muda dan Mendorong Swasembada Pangan?

Kompas.com - 29/09/2025, 17:20 WIB
I Jalaludin S,
Dwinh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Zaman sekarang, siapa anak muda yang masih bercita-cita menjadi petani? Pertanyaan ini bukan omon-omon klise, tetapi sudah menjadi kenyataan.

Faktanya, minat petani muda di Indonesia kian merosot. Data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus Pertanian pada 2023 menunjukkan, jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) turun 7,45 persen dalam satu dekade terakhir. 

UTP atau unit usaha pertanian yang dikelola satu orang di Indonesia pada 2023 sebanyak 29.342.202 unit, menurun dari 31.705.295 unit pada 2013.

Lebih memprihatinkan, dari jumlah petani yang ada, hanya sekitar 21,93 persen yang termasuk dalam kategori usia milenial. Sisanya didominasi petani lanjut usia (lansia). Artinya, dalam 10-15 tahun mendatan, lebih dari separuh petani Indonesia akan pensiun. 

Di sisi lain, sektor pertanian juga menghadapi tantangan lain, yakni meningkatnya alih fungsi lahan ke sektor industri, perumahan, dan infrastruktur, terutama di Pulau Jawa.

Baca juga: Petani Muda Kian Tergerus, FAO Dorong Lewat Program Petani Keren

Kondisi itu menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah yang menargetkan swasembada pangan, khususnya beras. 

“Masalah pangan adalah masalah kemerdekaan. Masalah pangan adalah masalah survival kita sebagai bangsa. Jika kita ingin menjadi negara maju, pangan harus aman dulu,” kata Presiden Prabowo Subianto, melansir ksp.go.id, Senin (3/2/2025).

Lalu, bagaimana mencapai tujuan itu jika jumlah petani terus menurun dan regenerasi petani berjalan lambat?

Krisis petani muda

Berbagai studi dan ulasan pengamat menyebutkan sejumlah alasan mengapa anak muda enggan terjun ke sektor pertanian, salah satunya adalah inefisiensi alur pekerjaan yang masih sangat mengandalkan cara-cara manual dan tradisional.

Hal itu terlihat dari Sensus BPS pada 2023 yang menemukan bahwa 53,16 persen petani di Indonesia belum menggunakan alat mesin pertanian (alsintan) modern atau teknologi digital.

Baca juga: Menilik Sulitnya Regenerasi Petani Kopi, Apa Solusinya?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Bustanul Arifin menyatakan, penelitian Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyebutkan, rendahnya produktivitas pertanian karena terlambat dalam mengadopsi teknologi dan inovasi.

Padahal, teknologi pertanian bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas sehingga dapat meningkatkan daya saing produk.

”Kalau tidak ada terobosan teknologi, dengan total factor productivity (TFP) yang negatif itu, kita (Indonesia) punya masalah besar. Kedaulatan pangan bisa terganggu,” kata Bustanul, mengutip Kompas.id, Senin (1/12/2020).

Percepatan adaptasi teknologi tidak hanya diperlukan untuk menghadapi produktivitas, tetapi juga regenerasi daya manusia (SDM) pertanian. 

Dosen Fakultas Petanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Alia Bihrajihant Raya, petani muda bisa membawa angin segar dengan menerapkan kecanggihan teknologi pertanian.

Baca juga: Petani Milenial dan Melambatnya Regenerasi Petani Indonesia...

“Pertanian tidak lagi mempunya citra kotor, penuh risiko, dan sulit. Bantuan internet, aplikasi/alat, dan bio-teknologi akan memudahkan usaha tani,” katanya melansir faperta.ugm.ac.id, Rabu (18/10/2025).

Pengamat pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dwi Apri Nugroho mengatakan, pemanfaatan inovasi dan teknologi-teknologi di dunia pertanian sangat membantu menaikkan minat anak muda masuk ke dunia pertanian. 

Pasalnya, generasi muda lebih menyukai pendekatan berbasis teknologi dan keberlanjutan. Teknologi juga mampu meningkatkan efisiensi dan hasil produksi.

"Sebagai contoh penggunaan drone. Kalau selama ini penggunaan drone hanya digunakan untuk foto-foto atau mendokumentasikan suatu kegiatan," ujarnya melansir Kompas.com, Kamis (11/1/2024).

Teknologi pertanian jadi solusi

Untuk menjawab krisis regenerasi, pemanfaatan inovasi dan teknologi pertanian disebut mampu menarik minat generasi muda.

Baca juga: Menilik Manfaat Besar Air dan Alsintan dalam Pertanian...

Sejumlah negara maju telah membuktikan kesuksesan mereka lewat penerapan teknologi dan digitalisasi pertanian. 

Belanda, misalnya, berhasil menjadi salah satu eksportir pangan terbesar dunia meski jumlah petaninya relatif sedikit.

Kunci keberhasilan negara dengan lahan terbatas itu adalah efisiensi tinggi melalui pemanfaatan rumah kaca otomatis, robot pemanen, dan sistem pertanian presisi berbasis data. 

Teknologi canggih tersebut memungkinkan praktik precision farming, yakni metode pertanian yang mengoptimalkan produksi dengan memantau kondisi tanah, cuaca, hingga kesehatan tanaman.

Dengan teknologi, petani muda dapat lebih mudah mengatasi keterbatasan waktu, tenaga, dan risiko kehilangan hasil panen.

Baca juga: Modernisasi Pertanian: Dari Alsintan, Konsolidasi Lahan, hingga Literasi Digital

Sebagai contoh, combine harvester mampu memotong batang tanaman, merontokkan biji dari tangkai, sekaligus membersihkannya hingga terpisah dari batang, seperti gabah pada padi. Alat ini membuat panen lebih cepat, bersih, dan minim kehilangan hasil. 

Pekerjaan panen yang biasanya membutuhkan waktu berhari-hari bisa diselesaikan hanya dalam beberapa jam.

Contoh lain adalah Harfia XCT-110 Max, traktor modern bertenaga mesin diesel 110 HP yang mampu mengolah lahan hingga 2,45 hektar (ha) per jam. 

Dengan sistem track karet antiselip, traktor hemat bahan bakar ini dapat melintasi berbagai kondisi sawah, mulai dari berlumpur hingga tanah berat.

Lewat teknologi itu, petani muda bisa membajak lahan hingga lima kali lebih cepat dibanding cara manual, dengan tenaga dan waktu yang lebih efisien.

Baca juga: Harfia Bantu Percepatan Program Swasembada Pangan di Indonesia

Pada akhirnya, bukan hanya soal mesin, tetapi juga bagaimana teknologi pertanian mampu menjadi harapan anak muda untuk memajukan sektor pertanian dan mewujudkan swasembada pangan.

 

Terkini Lainnya
Bagaimana Teknologi Menarik Petani Muda dan Mendorong Swasembada Pangan?

Bagaimana Teknologi Menarik Petani Muda dan Mendorong Swasembada Pangan?

Harfia Construction Machinery
Harfia Dorong Produktivitas Petani lewat Penggunaan Alsintan Modern

Harfia Dorong Produktivitas Petani lewat Penggunaan Alsintan Modern

Harfia Construction Machinery
Harfia Bantu Percepatan Program Swasembada Pangan di Indonesia

Harfia Bantu Percepatan Program Swasembada Pangan di Indonesia

Harfia Construction Machinery
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com